Pesan Terakhir Kaum Muslim Aleppo

Pesan Terakhir Kaum Muslim Aleppo

Sepanjang sejarah berkali-kali umat Islam harus menghadapi kekejaman dari kaum kafir. Pembantaian umat Islam di Baghdad oleh si laknat Hulagu Khan dari Mongol pada tahun 1258 menghapuskan seluruh jejak kebesaran Islam di kawasan tersebut. Dalam penyerangan tersebut jumlah umat Muslim warga sipil yang turut terbunuh diperkiraan mencapai angka 200 ribu sampai 1 juta orang. Banyaknya mayat-mayat yang bergelimpangan di jalan-jalan Kota Bagdad membuat pasukan kafir laknat harus memindahkan pos ke luar kota karena bau yang sangat menyengat.

Sejarah kejatuhan benteng terakhir Kekhalifahan Islam di Granada, Spanyol, pada tahun 1487 memperlihatkan kekejaman yang luar biasa yang dilakukan pasukan kafir terhadap umat Islam. Umat Islam dibantai dan mayatnya dibiarkan bergelimpangan di jalanan. Ribuan orang dieksekusi di sungai sehingga sungai-sungai yang melewati kota tersebut seolah-olah menjadi sungai darah.

Dua kejadian tersebut menunjukkan betapa buruknya perlakuan kaum kafir terhadap umat Islam jika mereka berkuasa. Bahkan penduduk yang tidak bersalah tidak akan luput dari pembantaian.

Kekejaman kaum kafir terhadap umat Islam yang berada di bawah kekuasaan mereka masih terjadi saat ini di Palestina dan Myanmar. Di Palestina, zionis Israel terus melakukan penjajahan terhadap bangsa yang dahulu rela membuka pintunya demi menolong nenek moyang mereka yang membutuhkan pertolongan setelah diburu bagai anjing pada Perang Dunia II. Tapi ternyata orang-orang terkutuk serigala berbulu domba tersebut datang dengan niat buruk untuk berkuasa dan melakukan penindasan terhadap orang-orang yang berbaik hati menolong mereka. Sungguh biadab. Hewan yang sudah ditolong saja tidak akan pernah menyakiti orang yang menolongnya.

Demikianlah kelakukan orang-orang kafir tersebut terhadap umat Islam jika mereka berkuasa.

Sementara itu di Aleppo, Suriah, pada abad ke 21 seorang Presiden lalim yang mengaku sebagai "Muslim" juga menunjukkan kekejian yang serupa dengan para kufar Mongol, Spanyol, Zionis dan Myanmar. Bekerja sama dengan “Republik Islam” Iran dan kafir Rusia, Bashar Assad mengepung, mengebom, dan membunuhi satu per satu rakyatnya sendiri yang bertahan di sebuah kota bernama Aleppo. Bukan hanya pangkalan militer atau tempat persembunyian “pemberontak”, rumah sakit dan fasilitas umum tidak luput dari penghancuran dan pembantaian tersebut.


Perang sipil yang terjadi di Suriah dipicu oleh kekejian rezim Syiah Bashar Assad terhadap rakyatnya sendiri. Perang yang sudah berlangsung sejak tahun 2011 tersebut merupakan konflik bersenjata paling parah yang terjadi pada abad ke-21 – sejauh ini.

Salah satu kota yang paling parah kehancurannya oleh perang sipil ini adalah Aleppo. Aleppo merupakan kota terbesar di Suriah yang pada tahun 2012 lalu berhasil direbut oleh pasukan mujahidin yang merupakan “pemberontak” di mata Assad. Akan tetapi sejak Juni tahun 2016 dengan bantuan Rusia dan Iran pasukan Assad terus melancarkan serangan yang tidak henti-henti ke kota itu sehingga akhirnya rezim Assad berhasil kembali menguasai Aleppo.

Sejak saat itu secara intensif pasukan Assad melakukan penyisiran untuk mencari dan melemahkan kekuatan tempur kaum mujahidin di Aleppo. Pembantaian massal, pengeboman, pembakaran rumah sakit menjadi makanan sehari-hari penduduk sipil Aleppo. Mereka pun tidak mungkin pergi atau mengungsi karena kota tersebut sudah terkurung oleh pasukan Assad.

Imbas dari blokade tersebut penduduk Aleppo tidak bisa mendapatkan makanan dan obat-obatan. Akhirnya para  penduduk wafat akibat kelaparan atau karena sakit yang tidak bisa diobati akibat ketiadaan personil kesehatan dan obat-obatan. Memasuki musim dingin, tidak ada lagi makanan dan kayu bakar untuk dipergunakan, semua telah habis, dan kondisi ini memuncak dengan majunya tentara rezim dalam hari-hari terakhir ini.

Salah seorang jurnalis Muslim asal AS Bilal abdul Karim mengirimkan sebuah pesan yang katanya bisa menjadi berita terakhir yang dikirimnya.


Kondisi Terakhir Aleppo

Wilayah yang tersisa dari Aleppo timur hanya 8 km persegi, 100.000 jiwa muslim saling berhimpitan didalamnya. Aleppo akan menjadi ajang pembantaian massal terbesar di dekade ini

Dalam hadits disebutkan bahwa ada seorang wanita dimasukkan ke neraka hanya karena ia membiarkan seekor kucing mati. Maka bagaimana dengan kita yang membiarkan kaum muslimin mati terkepung, terluka dan kelaparan akibat perbuatan kaum kafir!?

Bahkan tentara rezim Syi'ah dengan terang-terangan telah mengancam akan memperkosa setiap wanita muslimah yang tersisa di dalam Aleppo.

Semoga kita punya jawaban di hadapan Allah kelak jika ditanya apa yang telah kita perbuat untuk saudara-saudari kita di Aleppo yang sedang menanti kiamat.

Kantor berita Al Jazeera melaporkan bahwa pasukan Assad telah mengeksekusi penduduk sipil Aleppo termasuk wanita dan anak-anak. Kejahatan ini termasuk tindak kejahatan kemanusiaan dalam perang. Kelakuan Assad mirip dengan kelakuan kafir Serbia terhadap penduduk Bosnia. Juga serupa dengan perilaku raja-raja perang di Afrika yang gemar membunuh dan memperkosa rakyat sipil di wilayah “lawan”. Bedanya Assad seharusnya menjadi presiden, pemimpin dan pelindung rakyat Aleppo, mereka ini adalah rakyatnya sendiri.

Pasukan Assad menyerbu ke rumah-rumah penduduk dan membantai orang-orang yang berada di dalamnya tanpa pandang bulu. Penduduk yang mencoba kabur juga langsung dieksekusi di tempat. UNICEF melaporkan hari Selasa tanggal 14 Desember lalu bahwa ada sekitar 100 anak-anak yang masih terperangkap di bawah reruntuhan gedung di kawasan Aleppo timur. Anak-anak ini terpisah dari orang tuanya atau memang orang tuanya sudah terbunuh.

Para penduduk Aleppo yang kini terkurung berusaha dengan segala cara mengabarkan kondisi mereka dan kekejaman pasukan rezim Assad kepada dunia. Salah satu video yang menjadi viral adalah laporan dari Lina al-Shami, seorang arsitek dan aktivis sosial media. Ia mengatakan bahwa ratusan penduduk terperangkap di reruntuhan gedung dan pasukan pertahanan sipil tidak dapat melakukan apa-apa untuk menolong mereka. Pasukan pertahanan sipil atau lebih dikenal dengan pasukan helm putih merupakan warga sipil yang bekerja untuk membantu evakuasi korban yang terluka akibat serangan rezim Assad.


Lina yang berbicara kepada Al Jazeera melalui Skype mengatakan, “Saya tahu bahwa saya bisa mati atau ditangkap oleh rezim kriminal ini, tetapi saya harus mengabarkan kepada dunia tentang apa yang terjadi di Aleppo. Kami sedang menghadapi genosida. Orang-orang yang terluka bergelimpangan di jalan dan yang masih hidup terjebak reruntuhan gedung. Pasukan pertahanan sipil tidak dapat melakukan apa-apa untuk menolong mereka.”

Para penduduk Aleppo beramai-ramai mengirimkan “pesan terakhir” mereka kepada dunia untuk mengabarkan kebenaran mengenai apa yang terjadi di kota itu. Salah seorang aktivis media sosial yang tinggal di Aleppo timur, Abdulkafi al-Hamdo, menyatakan dalam video, “jangan percaya kepada PBB… jangan percaya kepada komunitas internasional. Mereka sesungguhnya gembira dan puas bahwa kami sedang dibantai, bahwa kami sedang menghadapi… pembantaian terburuk dalam sejarah.”


Zeid Ra’ad al Hussein, chief HAM PBB, menyerukan kepada dunia internasional untuk mendesak Assad mengijinkan PBB turun tangan mengawasi perlakuan rezim terhadap rakyat Aleppo yang berusaha keluar dari kawasan tersebut. Ia memperingatkan kepada dunia bahwa apa yang terjadi di Aleppo bisa terjadi di kota-kota lain yang saat ini dikuasai oleh mujahidin.

“Penghancuran Aleppo, kekejaman tak terbayangkan yang diderita oleh penduduknya, pertumpahan darah, pembantaian terhadap laki-laki, perempuan dan anak-anak, kerusakannya – dan kita masih sangat jauh dari akhir konflik yang kejam ini,” Zeid menyatakan. “Apa yang terjadi di Aleppo berpotensi terjadi di Douma, Raqqa, Idlib. Kita tak bisa membiarkan ini terus terjadi.”

Tentara Assad telah berhasil menguasai 98 persen wilayah Aleppo timur yang sempat dikuasai mujahidin. Para pria yang berusaha keluar dari Aleppo timur menuju ke barat telah ditangkap oleh tentara Assad dan dimasukkan ke penjara militer.

Serangan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyatnya sendiri ini didukung oleh senjata berat dan serangan dari udara. Laporan dari Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) menunjukkan bahwa sejak pertengahan November lalu jumlah penduduk sipil yang meninggal dunia akibat serangan tersebut mencapai 463 jiwa, termasuk 62 anak-anak.

PBB sendiri mengestimasi hampir 400 ribu jiwa tewas akibat konflik bersenjata di Suriah yang berawal bulan Maret tahun 2011 lalu. Nyaris setengah penduduk Suriah menjadi pengungsi di berbagai negara.

Sumber: http://www.ngelmu.com/2016/12/pesan-pesan-menjelang-kematian-dari.html

Silahkan bagikan:

Artikel terkait:

Add your comment Hide comment

Disqus Comments