Rezim Under Attack: Polisi Jangan Malu Lempar Handuk

Rezim Under Attack: Polisi Jangan Malu Lempar Handuk

WAKTU menunjukkan jam 10 pagi lewat beberapa menit, ketika mata memandang ke bawah jembatan bypass saat melintasi jalan Gatot Subroto menuju tempat kerja kemarin. Puluhan ribu atau ratusan ribu peserta aksi mengawal pemeriksaan Habib Rizieq Sihab (HRS) terlihat memadati jalan Sudirman sampai area Polda Metro Jaya.

Tidak semudah rencana busuk yang dipikirkan dan dibayangkan durjana! Perang urat (psywar war) untuk menekan dan menggembosi perjuangan suci HRS-GNPF MUI. Seperti mengintimidasi, menangkap ustad dan santri pembalas tindakan anarkis ormas preman GMBI. Mencokok hafidz Qur'an pengibar panji saka tauhid .

Menekan HRS dengan berbagai rekayasa laporan. Di Polda Jabar atas tesis ilmiahnya tentang Pancasila. Di Polda Metro Jaya atas kritikannya mengingatkan pemerintah terkait uang kertas rupiah terdapat simbol mirip palu arit, dan sebagainya.

Walhasil polisi malah dalam posisi tertekan (under attack). Skenario jorok rezim lumpuh dan tidak bergigi. Seperti orang linglung dan kelimpungan, kursi empuk dipertaruhkan.

Rezim dan aparatnya polisi masih tak sadar diri. HRS bukan bocah ingusan dan pejuang kemarin sore. Ia telah akrab dengan kerasnya jalanan sepanjang masa. kekuasaan dipegang empat Presiden mulai Gusdur, Megawati, SBY dan Jokowi saat ini. Kematian bukan ancaman menakutkan baginya, apalagi penjara yang sudah berapa kali dialaminya. Namun tidak akan pernah membuat sikap kritis dan kelantangannya berhenti, justru keistiqomahan perjuangannya mendapat simpati dan dukungan luas rakyat Indonesia.

Nyatanya umat dikomandoi HRS-GNPF MUI ditekan sana sini semakin menggeliat. Tempat jauh tidak menghalangi umat menemani ulama yang dicintainya. Andai sekalipun polisi bermaksud memeriksanya di ujung timur nun jauh disana.

Umat dengan suara bergetar bersumpah 'satu helai rambut HRS jatuh, siap mati membela kehormatan ulamanya. Negeri Serambi Mekah Aceh tak mau kalah, para ulama dan santrinya mengumandang perang sabil. Raja Arab Salman saking menaruh hormat kepadanya, dengan rombongan 800 staf-nya akan mengunjungi Indonesia. Bersilaturahmi dengan imam rakyat Indonesia, sulthan tanpa mahkota.

Sejujurnya kita melihat bukan penguasa memenangi psywar, justru rezim dalam posisi under attack. Maksud hati ingin menekan, malah polisi jerih, bagi-bagi nasi bungkus dan permen. Gemetar ketakutan markasnya dbanjiri umat laksana tawon ingin mengantupnya.

Semua permainan kotor ini pasti segera berakhir. Tinggal waktunya polisi mengibarkan bendera putih, menyerahkan senjatanya dan mengosongkan markasnya. Para petingginya akan terpuruk dalam kehinaan, karena bersikap sangat buruk terhadap ulama dan umat yang ikhlas membela kehormatan agama, bangsa dan negaranya. Sejarah dunia membuktikan yang haq selalu mengalahkan kebatilan.

Pimpinan polisi terlalu arogan. Lebih mementingkan jabatan daripada masuk dalam barisan ulama dan umat. Glamour dunia telah membutakan mata hati. Menilai segala sesuatu atas dasar materialisme. Sebagaimana dinyatakan sang jenderal dihadapan peserta aksi bela Islam 414  di depan Istana. Ia menyampaikan kurang lebih 'bahwa ia mengerti peserta aksi tidak mau pulang karena tidak ada bis yang mengangkut'.

Ada-ada saja. Sungguh ia tidak mau menyadari perjuangan ulama bersama jutaan umat didorong kekuatan iman. Mereka yang membenarkan ucapan, hati dan perbuatannya atas kesaksian "Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah."

Oleh: Martimus Amin, Ketua Qomando Masyarakat Tertindas (Qomat)
Sumber: rmol.co

Silahkan bagikan:

Artikel terkait:

Add your comment Hide comment

Disqus Comments